Halaman

Selasa, 08 Oktober 2019

Cerpen Masa SD “ SALAH PAHAM “


SALAH PAHAM
Oleh : Nadia Fitri Jeni

Namaku Nadya. Aku memiliki seorang sahabat bernama Nia. Setiap pagi, Nia selalu menungguku untuk berangkat sekolah bersama. Aku dan Nia selalu berangkat sekolah bersama dan berjalan kaki setiap pagi dengan jarak sekolah yang tidak begitu jauh .
Saat pagi hari, Aku dibangunkan oleh ibuku untuk bersiap pergi kesekolah. “ Nak, Bangunlah. Waktunya mandi dan bersiap siap pergi ke sekolah” Ucap ibu.  Kemudian Aku bangun dan tidak lupa merapikan tempat tidurku  terlebih dahulu, kemudian mandi. Setelah itu, Aku bersiap-siap untuk pergi ke sekolah bersama Nia.
Setiap hari, sepulang sekolah Aku dan nia juga selalu bermain bersama. Bermain masak-masakan, kelereng, besepeda, petak umpat dan masih banyak permainan lainnya. Untuk masak-masakan,biasanya kami melibatkan pisau untuk mengiris bahan-bahan seperti daun-daun tanaman, pelepah pisang, dan lain-lain. Jika Ibuku melihatnya,dia akan melarang aku dan Nia memakai pisau tersebut dan menasehati kami bahwa anak kecil tidak boleh bermain pisau.
Tak jarang juga, kami bermain dengan permainan yang menyatu dengan alam ,tumbuh-tumbuhan, dan hewan. Meski siang-siang terik matahari panas, kami seolah tak peduli. kami adalah sahabat matahari, tak ada yang perlu kami takuti.
Pada suatu siang, Aku mengajak Nia untuk menangkap capung di Lapangan yang dekat dengan sawah tempat kami biasa bermain . “ Nia, ayo kita pergi mengakap capung di dekat sawah, kita berlomba menangkap capung. siapa yang mendapatkan capung paling banyak dia adalah pemenangnya” Ajak Ku. Lalu Si Nia mengangguk setuju “ Ayo!” jawab nia.
Inilah salah satu Keahliaku dan Nia, menangkap capung yang terkenal gesit. Tak peduli yang sedang terbang di udara atau yang hinggap di ranting-ranitng dan pucuk tanaman, Kami bisa menangkapnya tanpa jaring , dengan tangan kosong dan dengan jurus yang mengejutkan bagi kami. Aku memasang Kuda-kuda ,siap menangkap buruan. Aku berdiri mematung dan tanganku dilentangkan, telapak tangan terbuka keatas. Mataku mulai berputar-putar mencari capung yang terbang di udara, berharap ada capung yang lewat diatas kepalaku. Tak lama kemudian, harapan ku nampak terwujud, Sebuah capung berwarna merah hinggap tepat disamping tubuhku Namun, Capung itu seperti Naik, Menukik, dan Kemudian Terbang lagi. Hingga akhirmya terbang meleset tepat di atas kepala ku . Dengan secepat kilat, kedua telapak tangan ku bertemu dan “ PUK” Capung itu berhasil di tangkap dengan sekali tepukan.
Sementara Nia, dia tampak lebih hebat dariku. Dia bahkan bisa menangkap capung yang sedang terbang di udara bagaikan menangkap gelembung balon. Dia hanya tinggal meloncat, melambaikan tangan, capung berada dalam genggaman. Luar biasa. Kemudian aku mencoba trik seperti yang dilakukan oleh Nia. Aku berhasil melakukan trik seperti Nia hanya sekali hingga dua kali saja. Selebihnya aku gagal.
Setiap Capung yang kami dapatkan, kami memasukkannya ke dalam plastik kami masing-masing yang telah dilubangi kecil-kecil agar capung bisa bernapas. Aku amati capung capung didalam plastik tampak berputar seolah ingin mencari jalan keluar. Namun percuma, ia tetap tidak bisa keluar.
Kemudian setelah lelah, kami berhenti menangkap capung tersebut dan kemudian beristirahat sambil menghitung hasil capung yang kami dapatkan. Aku duduk sibuk memandangi capung hasil tangkapanku. Seolah tak peduli lagi dengan perlombaan menangkap capung itu, beberapa capung dalam genggaman, itu sudah cukup.
Lalu kami menghitung capung tersebut. Tanpa di duga ternyata hasil tangkapan capungku lebih banyak dari Nia. Nia seolah tidak percaya dengan hal itu. Dia mulai nampak  marah dan kesal akan hal tersebut. Baginya dia yang lebih hebat dalam hal menangkap capung. “ Kenapa bisa Capungmu lebih banyak dariku, padahal aku menangkapnya lebih cepat darimu . Kamu mencuri capungku ya?.” ucap Nia membentakku dan menuduhku mencuri capungnya.  Lalu Aku terkejut dan dengan rasa cemas menjawab “Bukan aku, aku tidak pernah mencuri capungmu. Ini memang hasil tangkapanku .” jawabku dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Nia semakin tidak terima dan semakin membentakku , hal itu membuatku sedih dan menangis. Meskipun aku sudah bilang bahwa bukan aku yang mencurinya, nia tetap saja menuduhku. Bahkan Nia mengancamku untuk tidak ingin berteman lagi denganku . “ Ayo cepat mengaku, atau aku tidak ingin lagi berteman dengan mu.” Bentak Nia lagi kepadaku. “ Jangan Nia. Aku tidak mau kita tidak berteman lagi. Sungguh, bukan aku yang mencuri capungmu Nia. Aku berani bersumpah bukan aku.” Ucap ku sambil menangis dan tersedu sedu.
Kemudian Nia mengambil Plastik hasil tangkapanku dan membuka nya kemudian menginjaknya. Aku semakin menangis menjadi jadi. Nia bilang bahwa dia akan mengadukan hal ini kepada ibuku, kalau aku bukan anak yang jujur tapi aku adalah anak yang suka berbohong dan pencuri. “aku akan bilang pada ibumu, kalau kamu itu adalah anak yang suka berbohong dan suka mencuri” ujar Nia kepadaku. Aku semakin sedih dan menangis karena walaupun aku sudah menjelaskan bahwa bukan Aku pencurinya tetap saja Nia tidak percaya.
Hingga ada salah seorang bapak yang mengenakkan pakaian kotor tampak pulang dari menggarap sawahnya. Melihat aku menangis dibentak Nia bapak itu bertanya “ Mengapa adik ini menagis, dan mengapa engkau memarahinya?” Lalu Nia menjawab “ Dia adalah seorang pencuri, dia mencuri capung hasil tangkapanku dan tidak mengakuinya. Padahal aku menangkap capung lebih cepat darinya, tidak mungkin hasil tangkapan dia lebih banyak dari pada aku” jawab Nia sambil menunjuk kearah ku.
Bapak tersebut menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum dan berkata “ Nak, tadi aku Melihat kau tidak mengikat plastik itu dengan baik dan kuat. Sehingga terdapat celah untuk capung hasil tangkapanmu terbang lagi. Bukan adik ini yang mencuri capungmu. Sudah jangan bertengkar lagi. Minta maaf lah pada adik ini. Dia tidak bersalah.” Ujar Bapak itu sambil menatap Nia.
Aku Sudah menduga hal tersebut. Nia ternyata Salah paham dan menuduhku mencuri capung nya. Lalu Nia tampak menyesal telah menuduhku seperti itu. Dia pun ikut menangis merasa bersalah kepadaku . “Nad, Aku Minta maaf karena telah menuduhmu mencuri dan membentakmu. Sungguh aku benar-benar menyesal.tolong maafkan aku.” Ucap Nia sambil mengusap Air matanya. Melihat penyesalan Nia aku menjadi iba namun lega akan hal ini karena kebenaran sebenarnya telah diketahui. “Sudah Nia.Aku sudah memaafkanmu.Hapus Air matamu.lain kali jangan begitu lagi ya.” Ucapku sambil mengusap bahu Nia.
“Terima kasih,Nad. Kau memang sahabat yang baik” ucap Nia. “ Jadi kita Masih berteman kan? .” Godaku kepada Nia. Dengan perasaan Malu dan menunuduk Nia nampak memikirkan perkataannya tadi bahwa dia ingin memutuskan pertemanan denganku. “ Hehehehe, Tidak. Tidak mungkin aku akan memutuskan pertemanan denganmu. kau adalah sahabat terbaikku.” Jawab Nia denga nada pelan.
Lalu Kami, Berpelukan dan kemudian pulang kerumah masing-masing. Diperjalanan pulang kami bergandengan erat dan tersenyum bahagia melupakan semuanya seolah tidak terjadi apa-apa hari itu.

Unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam cerita tersebut adalah sebagai berikut:
Tokoh             : 1. Nadya
                           2. Nia
                           3. Ibu
                           4. Bapak Petani
Perwatakan   : 1.Nadya : Baik, Rendah hati, Mudah memaafkan.
                           2. Nia : Egois, Ceroboh dalam mengambil keputusan
                           3. Ibu : Baik Hati,Penyayang
                           4. Bapak Petani : Baik, Bijak.
Alur                : Maju
1.Pengenalan : pada awal cerita tokoh memperkenalkan diri nya yang bernama Nadya dan Seorang temannya yang Bernama Nia.
2.Konflik : masalah mulai muncul pada saat mereka menghitung jumlah capung yang didapatkan . hal  ini dapat kita lihat pada kutipan teks “ Tanpa di duga ternyata hasil tangkapan capungku lebih banyak dari Nia. Nia seolah tidak percaya dengan hal itu. Dia mulai nampak  marah dan kesal akan hal tersebut. Baginya dia yang lebih hebat dalam hal menangkap capung. “ Kenapa bisa Capungmu lebih banyak dariku, padahal aku menangkapnya lebih cepat darimu . Kamu mencuri capungku ya?.” ucap Nia membentakku dan menuduhku mencuri capungnya
3.Klimaks : puncak masalah terjadi pada saat Nia terus menuduh dan membentak Nadya mencuri capungnya hingga nadya menangis tersedu-sedu, Padahal Nadya sudah menjelaskan berkali-kali kepada Nia bahwa bukan dia pencurinya sampai dia mengancam tidak ingin berteman dengan nadya lagi Hingga Nia mengambil dengan paksa capung nadya dan menginjaknya membuat nadya semakin sedih.
4.Penyelesaian : Hingga datang seorang Bapak yang lewat baru pulang dari sawahnya menjelaskan kepada Nia bahwa capungnya tidak dicuri melainkan dia tidak mengikat plastik nya dengan baik dan kuat hingga terdapat celah untuk capung terbang lagi. Dan Nia meminta maaf kepada Nadya atas Tuduhannya.
5. Sentakan Akhir : Setelah mereka baikan ,Lalu mereka Berpelukan dan kemudian pulang kerumah masing-masing. Diperjalanan pulang mereka bergandengan erat dan tersenyum bahagia melupakan semuanya seolah tidak terjadi apa-apa hari itu

Latar              : - Tempat : Dilapangan Dekat Sawah
                          -Suasana : Menegangkan
Amanat          : 1. Jangan lah menilai orang dari luarannya saja.
2. Sebagai manusia, kita tidak boleh gegabah mengambil keputusan dan menghakimi seseorang hanya dengan satu sisi. Lebih baik kita mencari tau dulu apakah dia benar membuat kesalahan atau tidak.
Sudut Pandang : Pengarang sebagai orang ketiga maha tau.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar