Oleh : Nadia Fitri Jeni
Namaku
Nadya. Aku memiliki seorang sahabat bernama Nia. Setiap pagi, Nia selalu
menungguku untuk berangkat sekolah bersama. Aku dan Nia selalu berangkat
sekolah bersama dan berjalan kaki setiap pagi dengan jarak sekolah yang tidak
begitu jauh .
Saat
pagi hari, Aku dibangunkan oleh ibuku untuk bersiap pergi kesekolah. “ Nak,
Bangunlah. Waktunya mandi dan bersiap siap pergi ke sekolah” Ucap ibu. Kemudian Aku bangun dan tidak lupa merapikan
tempat tidurku terlebih dahulu, kemudian
mandi. Setelah itu, Aku bersiap-siap untuk pergi ke sekolah bersama Nia.
Setiap
hari, sepulang sekolah Aku dan nia juga selalu bermain bersama. Bermain
masak-masakan, kelereng, besepeda, petak umpat dan masih banyak permainan
lainnya. Untuk masak-masakan,biasanya kami melibatkan pisau untuk mengiris
bahan-bahan seperti daun-daun tanaman, pelepah pisang, dan lain-lain. Jika
Ibuku melihatnya,dia akan melarang aku dan Nia memakai pisau tersebut dan
menasehati kami bahwa anak kecil tidak boleh bermain pisau.
Tak
jarang juga, kami bermain dengan permainan yang menyatu dengan alam ,tumbuh-tumbuhan,
dan hewan. Meski siang-siang terik matahari panas, kami seolah tak peduli. kami
adalah sahabat matahari, tak ada yang perlu kami takuti.
Pada
suatu siang, Aku mengajak Nia untuk menangkap capung di Lapangan yang dekat
dengan sawah tempat kami biasa bermain . “ Nia, ayo kita pergi mengakap capung
di dekat sawah, kita berlomba menangkap capung. siapa yang mendapatkan capung paling
banyak dia adalah pemenangnya” Ajak Ku. Lalu Si Nia mengangguk setuju “ Ayo!”
jawab nia.
Inilah
salah satu Keahliaku dan Nia, menangkap capung yang terkenal gesit. Tak peduli
yang sedang terbang di udara atau yang hinggap di ranting-ranitng dan pucuk
tanaman, Kami bisa menangkapnya tanpa jaring , dengan tangan kosong dan dengan
jurus yang mengejutkan bagi kami. Aku memasang Kuda-kuda ,siap menangkap buruan.
Aku berdiri mematung dan tanganku dilentangkan, telapak tangan terbuka keatas.
Mataku mulai berputar-putar mencari capung yang terbang di udara, berharap ada
capung yang lewat diatas kepalaku. Tak lama kemudian, harapan ku nampak
terwujud, Sebuah capung berwarna merah hinggap tepat disamping tubuhku Namun, Capung
itu seperti Naik, Menukik, dan Kemudian Terbang lagi. Hingga akhirmya terbang
meleset tepat di atas kepala ku . Dengan secepat kilat, kedua telapak tangan ku
bertemu dan “ PUK” Capung itu berhasil di tangkap dengan sekali tepukan.
Sementara
Nia, dia tampak lebih hebat dariku. Dia bahkan bisa menangkap capung yang
sedang terbang di udara bagaikan menangkap gelembung balon. Dia hanya tinggal
meloncat, melambaikan tangan, capung berada dalam genggaman. Luar biasa.
Kemudian aku mencoba trik seperti yang dilakukan oleh Nia. Aku berhasil
melakukan trik seperti Nia hanya sekali hingga dua kali saja. Selebihnya aku
gagal.
Setiap
Capung yang kami dapatkan, kami memasukkannya ke dalam plastik kami
masing-masing yang telah dilubangi kecil-kecil agar capung bisa bernapas. Aku
amati capung capung didalam plastik tampak berputar seolah ingin mencari jalan
keluar. Namun percuma, ia tetap tidak bisa keluar.
Kemudian
setelah lelah, kami berhenti menangkap capung tersebut dan kemudian
beristirahat sambil menghitung hasil capung yang kami dapatkan. Aku duduk sibuk
memandangi capung hasil tangkapanku. Seolah tak peduli lagi dengan perlombaan
menangkap capung itu, beberapa capung dalam genggaman, itu sudah cukup.
Lalu
kami menghitung capung tersebut. Tanpa di duga ternyata hasil tangkapan
capungku lebih banyak dari Nia. Nia seolah tidak percaya dengan hal itu. Dia
mulai nampak marah dan kesal akan hal
tersebut. Baginya dia yang lebih hebat dalam hal menangkap capung. “ Kenapa
bisa Capungmu lebih banyak dariku, padahal aku menangkapnya lebih cepat darimu
. Kamu mencuri capungku ya?.” ucap Nia membentakku dan menuduhku mencuri
capungnya. Lalu Aku terkejut dan dengan
rasa cemas menjawab “Bukan aku, aku tidak pernah mencuri capungmu. Ini memang
hasil tangkapanku .” jawabku dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Nia
semakin tidak terima dan semakin membentakku , hal itu membuatku sedih dan
menangis. Meskipun aku sudah bilang bahwa bukan aku yang mencurinya, nia tetap
saja menuduhku. Bahkan Nia mengancamku untuk tidak ingin berteman lagi denganku
. “ Ayo cepat mengaku, atau aku tidak ingin lagi berteman dengan mu.” Bentak
Nia lagi kepadaku. “ Jangan Nia. Aku tidak mau kita tidak berteman lagi.
Sungguh, bukan aku yang mencuri capungmu Nia. Aku berani bersumpah bukan aku.”
Ucap ku sambil menangis dan tersedu sedu.
Kemudian
Nia mengambil Plastik hasil tangkapanku dan membuka nya kemudian menginjaknya.
Aku semakin menangis menjadi jadi. Nia bilang bahwa dia akan mengadukan hal ini
kepada ibuku, kalau aku bukan anak yang jujur tapi aku adalah anak yang suka
berbohong dan pencuri. “aku akan bilang pada ibumu, kalau kamu itu adalah anak
yang suka berbohong dan suka mencuri” ujar Nia kepadaku. Aku semakin sedih dan
menangis karena walaupun aku sudah menjelaskan bahwa bukan Aku pencurinya tetap
saja Nia tidak percaya.
Hingga
ada salah seorang bapak yang mengenakkan pakaian kotor tampak pulang dari
menggarap sawahnya. Melihat aku menangis dibentak Nia bapak itu bertanya “
Mengapa adik ini menagis, dan mengapa engkau memarahinya?” Lalu Nia menjawab “
Dia adalah seorang pencuri, dia mencuri capung hasil tangkapanku dan tidak
mengakuinya. Padahal aku menangkap capung lebih cepat darinya, tidak mungkin
hasil tangkapan dia lebih banyak dari pada aku” jawab Nia sambil menunjuk
kearah ku.
Bapak
tersebut menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum dan berkata “ Nak, tadi
aku Melihat kau tidak mengikat plastik itu dengan baik dan kuat. Sehingga
terdapat celah untuk capung hasil tangkapanmu terbang lagi. Bukan adik ini yang
mencuri capungmu. Sudah jangan bertengkar lagi. Minta maaf lah pada adik ini.
Dia tidak bersalah.” Ujar Bapak itu sambil menatap Nia.
Aku
Sudah menduga hal tersebut. Nia ternyata Salah paham dan menuduhku mencuri
capung nya. Lalu Nia tampak menyesal telah menuduhku seperti itu. Dia pun ikut
menangis merasa bersalah kepadaku . “Nad, Aku Minta maaf karena telah menuduhmu
mencuri dan membentakmu. Sungguh aku benar-benar menyesal.tolong maafkan aku.”
Ucap Nia sambil mengusap Air matanya. Melihat penyesalan Nia aku menjadi iba
namun lega akan hal ini karena kebenaran sebenarnya telah diketahui. “Sudah Nia.Aku
sudah memaafkanmu.Hapus Air matamu.lain kali jangan begitu lagi ya.” Ucapku
sambil mengusap bahu Nia.
“Terima
kasih,Nad. Kau memang sahabat yang baik” ucap Nia. “ Jadi kita Masih berteman
kan? .” Godaku kepada Nia. Dengan perasaan Malu dan menunuduk Nia nampak
memikirkan perkataannya tadi bahwa dia ingin memutuskan pertemanan denganku. “
Hehehehe, Tidak. Tidak mungkin aku akan memutuskan pertemanan denganmu. kau
adalah sahabat terbaikku.” Jawab Nia denga nada pelan.
Lalu
Kami, Berpelukan dan kemudian pulang kerumah masing-masing. Diperjalanan pulang
kami bergandengan erat dan tersenyum bahagia melupakan semuanya seolah tidak
terjadi apa-apa hari itu.
Unsur-unsur intrinsik
dan ekstrinsik dalam cerita tersebut adalah sebagai berikut:
Tokoh : 1. Nadya
2. Nia
3. Ibu
4. Bapak Petani
Perwatakan : 1.Nadya : Baik, Rendah hati, Mudah
memaafkan.
2. Nia : Egois, Ceroboh dalam mengambil
keputusan
3. Ibu : Baik Hati,Penyayang
4. Bapak Petani : Baik, Bijak.
Alur : Maju
1.Pengenalan : pada awal cerita
tokoh memperkenalkan diri nya yang bernama Nadya dan Seorang temannya yang
Bernama Nia.
2.Konflik
: masalah mulai muncul pada saat mereka menghitung jumlah capung yang
didapatkan . hal ini dapat kita lihat
pada kutipan teks “ Tanpa di duga ternyata hasil tangkapan capungku lebih
banyak dari Nia. Nia seolah tidak percaya dengan hal itu. Dia mulai nampak marah dan kesal akan hal tersebut. Baginya
dia yang lebih hebat dalam hal menangkap capung. “ Kenapa bisa Capungmu lebih
banyak dariku, padahal aku menangkapnya lebih cepat darimu . Kamu mencuri
capungku ya?.” ucap Nia membentakku dan menuduhku mencuri capungnya
3.Klimaks
: puncak masalah terjadi pada saat Nia terus menuduh dan membentak Nadya
mencuri capungnya hingga nadya menangis tersedu-sedu, Padahal Nadya sudah
menjelaskan berkali-kali kepada Nia bahwa bukan dia pencurinya sampai dia
mengancam tidak ingin berteman dengan nadya lagi Hingga Nia mengambil dengan
paksa capung nadya dan menginjaknya membuat nadya semakin sedih.
4.Penyelesaian
: Hingga datang seorang Bapak yang lewat baru pulang dari sawahnya menjelaskan
kepada Nia bahwa capungnya tidak dicuri melainkan dia tidak mengikat plastik
nya dengan baik dan kuat hingga terdapat celah untuk capung terbang lagi. Dan
Nia meminta maaf kepada Nadya atas Tuduhannya.
5.
Sentakan Akhir : Setelah mereka baikan ,Lalu mereka Berpelukan dan kemudian
pulang kerumah masing-masing. Diperjalanan pulang mereka bergandengan erat dan
tersenyum bahagia melupakan semuanya seolah tidak terjadi apa-apa hari itu
Latar : - Tempat : Dilapangan Dekat
Sawah
-Suasana : Menegangkan
Amanat : 1. Jangan lah menilai orang dari
luarannya saja.
2.
Sebagai manusia, kita tidak boleh gegabah mengambil keputusan dan menghakimi
seseorang hanya dengan satu sisi. Lebih baik kita mencari tau dulu apakah dia
benar membuat kesalahan atau tidak.
Sudut
Pandang : Pengarang sebagai orang ketiga maha
tau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar