RESENSI
“ TENTANG MALIN KUNDANG “
Dosen pengampu : 1. Drs Maryono,M.Pd.
2.
Agung Rimba Kurniawan,S.Pd,M.Pd
Disusun
Oleh :
Vivit Novita Vitriani (A1D118156)
Email
(vivitnovita0027@gmail.com)
PRODI
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS
JAMBI
2019
“ TENTANG MALIN KUNDANG “
Judul buku : Kumpulan Cerpen Malam Terakhir
Judul Cerpen : Tentang Malin Kundang
Penulis : Leila S. Chudori
Penerbit : PT Pustaka Utama Grafiti
Tempat dan tahun terbit : Jakarta 1989
Leila S. Chudori lahir di Jakarta tanggal 12 Desember 1962,
pada akhir tahun 1970-an ia sudah dikenal sebagai cerpenis remaja. Waktu itu ia masih SMP, meskipun ia sudah
menulis sejak kelas V SD. Memasuki dekade 1980-an, karya-karyanya semakin
memperlihatkan kematangan sebagai pengarang. Alumni Universitas Trent, Ontario,
Canada (1988) ini pernah bergabung dengan majalah Jakarta Jakarta, dan sekarang wartawan Tempo.
Leila bercerita tentang kejujuran, keyakinan, tekad,
prinsip, dan pengorbanan. Ia banyak mempergumamkan simbol-simbol untuk
memperkuat kesan suasana dan pemikiran yang hendak dikemukakannya. Satu hal
lain yang istimewa dalam cerpen-cerpen Leila ialah bahwa ia tidak ragu-ragu
menceritakan hal-hal yang tabu bagi masyarakat tradisional. Gaya cerita Leila
intelektual sekaligus puitis. Banyak ideom dan metafor baru disamping pandangan
falsafi yang terasa baru karena pengungkapan yang baru. Sekalipun bermain dalam khayalan lukisan-lukisannya
sangat kasat mata. Beberapa fiksinya yang telah dibukukan antara lain Hadiah
(1976), Seputih Hati Andra (1981), dan Sebuah Kejutan (1983).
Salah satu cerpen Leila yang telah dibukukan dalam satu
judul buku Kumpulan Cerpen Malam Terakhir adalah “Tentang Malin Kundang”. Saat
kita membaca atau mendengar kata Malin Kundang, yang terbersit dipikiran kita
adalah seorang anak yang durhaka terhadap ibunya. Cerpen “Tentang Malin
Kundang” memiliki akhir yag kurang lebih sama walau dalam versi yang berbeda.
Cerpen ini bercerita tentang seorang ibu yang memiliki 5
orang anak dengan fisik yang tidak sempurna. Sentot anak lelaki pertamanya yang
tak memiliki tangan kiri diajar untuk mandiri dengan tangan kanannya. Dina yang
tak mempunyai tangan kanan juga diajar untuk dapat bertumpu pada tangan
kirinya. Waluyo yang kehilangan kaki kiri diajar untuk berjalan tanpa tongkat
atau apa pun. Pada Gani yang kehilangan biji mata, sang ibu tak lelah
menyalakan rasa percaya diri, agar dunianya yang gelap gulita jadi lebih
terang. Dan pada si bungsu Kurdi yang bisu, sang ibu yakin bahwa berkomunikasi dalam diam sering
lebih berarti daripada dalam keriuhan.
Mereka tumbuh menjadi aak-anak yang lucu, manis, cerdas, dan
mengagumkan.sama atau bahkan lebih dari anak-anak yang dianugrahi kesempurnaan
fisik. Tak mudah membangun rasa percaya diri pada kelima anak ini, karena
setiap mata sempurna melihat kecacatan mereka. Dengan penuh kesabaran sang ibu
tetap menawarkan ide-ide atau cara-cara baru bagi anak-anaknya untuk
menanggulang hal-hal yang melukai eksistensi mereka.
Namun seiring berjalannya waktu rasa iri dan dengki mulai
tumbuh di hati mereka. Melihat anak-anak yang memiliki fisik sempurna membuat
mereka menginginkan kecacatan dalam diri setiap orang. Keluhan yang mereka
lontarkan tidak menghambat sang Ibu untuk tetap membangkitkan rasa percaya diri
mereka di depan anak-anak normal, bahkan untuk membuktikan bahwa mereka sama
dengan anak normal lainnya, sang ibu mengangkat seorang anak yang bernama
Kasandra sebagai salah satu bagian dari keluarga mereka. Kasandra yang polos
dan penuh tawa mencoba beradaptasi dengan saudara-saudara angkatnya dan tak
lupa mengabdi kepada sang Ibu angkatnya. Setiap hari Kasandra menghabiskan
waktu bersama ibu angkatnya. Seringkali anak yang lain merasa risi dengan
kehadiran anak itu. Bahkan apapun yang Kasandra lakukan membuat kelima anak
yang lain merasa tersinggung dan cemburu karena apa yang dilakukan kasandra,
tidak dapat mereka lakukan. Karena diliputi rasa cemburu, mereka pun berencana untuk melepas hubungan dengan ibu
kandungnya. Karena menurut mereka sang ibu telah merubuhkan rumah ketentraman
yang selama ini mereka jaga. Semua kesalahan dan dosa dilimpahkan kepada sang
ibu.
Suatu malam mereka berlima berencana untuk mengenyahkan ibu
mereka dari muka bumi ini, agar segera
menghapus fakta bahwa mereka adalah darah daging sang ibu. Dengan
mengenyahkan sang ibu mereka menganggap segala fakta yang menjadi sejarah
eksistensi mereka, telah mereka hapus, sehingga mereka tidak perlu merasa
berdosa untuk segera mengenyahkan ibunda yang mereka anggap sudah
menyia-nyiakan eksistensi mereka.
Dengan penuh semangat, mereka mengaduk serpihan-serpihan
racun kedalam cangkir teh yang biasa diminum sang ibu petang hari. The itu
diberikan kepada sang ibu yang hendak mengambil keranjang sulam bersama
Kasandra. Dengan wajah pucat dan jantung berdebar kelima anak itu menyaksikan
sang ibu meminum teh tersebut, namun tak ada reaksi apapun. Sebaliknya mereka
berlimalah yang merasakan efek racun tersebut.
Melihat hal itu, mereka marah karena tidak berhasil
melenyapkan sang ibu. Kurdi anak bungsu sang ibu kembali menyodorkan secangkir
teh yang berisi racun dan memaksa sang ibu untuk meminumnya. Sang ibu sangat
sedih melihat prilaku kelima anaknya yang tidak memiliki rasa percaya diri dan
rasa terima kasih. Namun apa yang kelima anak itu harapkan tidak terjadi. Sag
ibu masih tetap hidup, namun sebaliknya rucun itu menggerogoti tubuh mereka.
Sang ibu dan Kasandra kaget melihat mereka menggelepar di lantai, apa lagi
ketika tubuh kelima anak itu perlahan-lahan mengeras dan membatu.
Cerpen ini merupakan salah satu cerpen terbaik Leila. Dimana
cerpen ini menggambarkan kehidupan manusia yang mementingkan eksistensi,
sekaligus menggambarkan bahwa tidak ada manuasia yang sempurna. Leila mengkemas
cerita ini dengan sangat apik membuat kita ingin segera mengetahui akhir
ceritanya. Selain itu, isi cerita sangat sesuai dengan judul bahkan lebih
menarik. Di cerpen ini tidak ditemukan adanya kesalahan cetak pada kata, hal
ini menunjukkan hasil pengeditan yang baik. Sayangnya bahasa yang digunakan
tidak cocok bagi orang awam dan pelajar SD serta SMP. Gaya bahasa yang
digunakan adalah bahasa baku dan puitis. Sehingga orang susah untuk
memahaminya. Selain itu, sampul buku kurang menarik.
Namun dibandingkan karya cerpennya yang lain seperti Paris, dan Adila; cerpen Tentang Malin Kundang tidak mengandung unsur yang
berbau dewasa atau mengandung unsur pergerakan untuk mencapai kebebasan seperti
cerpen-cerpennya yang lain (Malam
terakhir, Derap Tari Gumboot Di Atas Air, dan Sebuah Buku Merah Dan Karbol, dan lain-lain). Cerpen ini lebih
mengandung unsure sosial yang nyata tentang eksistensi dalam masyarakat dengan
saling menghargai kecacatan setiap insan.
UNSUR
INTRINSIK
1. Tokoh dan perwatakan
2. Alur : Maju
Pengenalan :
Intan adalah seorang gadis yang berasal dari keluarga kurang mampu, dia
pindah dari Palembang ke rumah pamanya di Sumatera Barat, karena ayah dan
ibunya bercerai karena masalah ekonomi. Ibunya saat ini bekerja di Palembang
dan ayahnya tak tau dimana. karena dia pindah otomatis sekolahnya pun juga
pindah, hehe.Intan anaknya baik, tutur katanya lembut banget, sopan, nggak
pelit buktinya baru aja aku kenalan sama dia aku udah di traktir makan di
kantin, hehe. Ya dia duduk sebangku denganku karena lani teman sebangku ku
tidak hadir hari ini jadi bu guru
menyuruh intan duduk dengan ku, aku si nggak keberatan soalnya di liat-liat
intan aknaknya baik dan nggak cerewet. Sebenarnya aku kurang suka dengan lani,
dia anaknya cerewet terus suka nyontek
aku senang akhirnya aku nggak duduk sama lani . Oke balik lagi ke cerita
awal aku di traktir nasi goreng sama intan, setelah makan aku ngajak intan
keliling sekolah supaya dia tau keadaan dan semua ruang di sekolah.
Konflik : Waktu aku sama intan lagi jalan menuju
toilet datanglah trio can (trio cantik) Mika, Sherli dan Lola. Seperti biasa
mereka tampil dengan chiri khasnya masing-masing. Ya mereka langsung bila “ciee
nopi punya temen baru” sambil pasang muka sinis.
Dengan santai aku
bilang “ iya donk, temen tuh ganti-ganti nggak Cuma itu-itu aja”
Mereka Cuma
bilang “halah…”
Mereka kembali
bicara kali ini intan yang jadi sasaranya “ heh anak baru!... sombong benget,
kalau lewat tu nyapa donk…”
Kesokan harinya
di kelas tiba-tiba Intan di lempari kaos kaki sama tri can dan rombonganya, aku
pun langsung mengadukanya kepada bu Ria. Akhirnya mereka di bawa ke kantor.
Klimaks : Ketika kami sedang bermain volley, Intan
di dorong lola sampai tersungkur karena servis nya nggak masuk, aku benar-benar
ngak terima karena sekarang dia sudah berani main fisik. Aku langsung lari
menuju intan, aku langsung marah sama lola “ lola koe ki kebangetan banget sih,
salah opo intan ambek koe ha… ? kurang ajar emang koe ki, emang bapak e ambek
mamake intan nggak nang kene tapi intan kan ndue pakde awas koe yo tak kandakne
pakdene intan koe” kali ini temen-temen yang lain juga menyalahkan lola karena
dia emang sudah keterlaluan. Lola hanya menjawab dengan cibiran, tapi terlihat
kecemasan di raut wajahnya, haha. Setelah itu aku langsung mengantar Intan
pulang ke rumahnya.
Penyelesaian : Alhamdulillah nggak terasa setahun berlalu,
sekarang saatnya berpisah dengan teman-teman ter**** itu, tapi di sisi lain aku
juga sedih karena harus berpisah sama temen-temen baikku, dan juga tentunya aku
juga sedih karena harus berpisah dengan guru-guru ku. Pokoknya aku sedih dan
bahagia, haha. Oya guys untuk kalian ketahui korban bully di sekolah aku ini
bukan Cuma Intan, sebelumnya juga ada anak baru yang di bully sampai dia pindah
sekolah makanya aku pingin cepet-cepet keluar dari sekolah ini.
3. Latar
a. latar Tempat
·
Sumatera Barat : dia pindah dari Palembang ke
rumah pamanya di Sumatera Barat,
·
Sekolah :
setelah makan aku ngajak intan keliling sekolah supaya dia tau keadaan dan
semua ruang di sekolah.
·
Kelas : Setengah jam sudah kami menunggu bu guru
di kelas.
·
Kantor guru : sesampainyadi kantor aku langsung
mengadukan kejadian itu kepada salah satu guru, yaitu buk Ria
·
Lapangan volley : Sore ini adalah jadwal kami
latihan volly, karena sebentar lagi ada
perlombaan volly antar SD Se Kecamatan
b. latar waktu
·
09:30 : setelah jam istirahat berakhir tepatnya
pukul 09:30
·
Sore hari: Sore ini adalah jadwal kami latihan
volley
c. latar suasana
·
Tegang : Mereka kembali bicara kali ini intan
yang jadi sasaranya “ heh anak baru!... sombong benget, kalau lewat tu nyapa
donk…”
·
Sedih : Tak sanggup lagi menahan tangis intan pun
akhirnya menangis
·
Marah : Aku langsung lari menuju intan, aku
langsung marah sama lola
Tidak ada komentar:
Posting Komentar